Oleh: Syir A. Amanati
Berpuasa di negara Finlandia yang termasuk berada di lingkaran Arktik yang dingin tentunya memiliki kenangan dan tantangan tersendiri, lalu bagaimana dengan suasana berpuasa di musim semi dengan suhu berkisar antara 0-10 derajat celcius, (Finnish Meteorological Institute, 2020)serta di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini?
Foto: Suasana Puasa di Oulu pada Pertengahan Mei 2020,
koleksi pribadi Aliva Sholihat
Tiga pelajar dari wilayah yang berbeda di Finlandia ini akan berbagi cerita dalam menjalani ibadah puasa tahun 1441 Hijriah/2020 Masehi ini.
Cerita dimulai dari Helsinki
Dari Ibukota Finlandia, di mana Amila Pramianshar telah menjalani empat tahun berpuasa di Finlandia. Dua tahun pertama ia alami di Lappeenranta dan dua tahun terakhir ia jalani di wilayah Uusima, Helsinki. selama itu puasa yang paling berat ia rasakan pada bulan Mei tahun 2017 dengan durasi puasa yang panjang, yakni mencapai sekitar 21 jam. Hal ini memberikan rasa kaget kepada pria yang biasa dipanggil Amila ini karena bertepatan dengan liburan musim panas saat pertama kali ia merasakan berpuasa. Meski demikian baginya, suhu yang lebih sejuk secara umum di Finlandia membantu untuk mengurangi rasa haus dan lapar.
Saat berpuasa, selain menjalankan aktivitas utama sebagai mahasiswa, sebelum masa Covid-19 Amila menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di sekitar area rumah, berkomunikasi dengan keluarga di tanah air, memasak dan menyiapkan cadangan makanan, mengaji, dan menyiapkan diri untuk tetap terjaga sejak pukul 8 malam hingga shubuh.
Bagi Amila yang telah memperoleh gelar MSc (Tech) Global Management of Innovation and Technology di Lappeenranta-Lahti University of Technology (LUT) University ini, pada saat berpuasa, komunikasi dengan teman-teman satu apartemen yang tidak semuanya menjalani ibadah puasa perlu dibangun dengan baik, sehingga rekan satu apartemen memahami dan, mendukung, mengingat pada malam hari kegiatan Amila sibuk dengan berkarya di dapur karena tempat makan jarang yang buka di malam hari.
Tidak ada perbedaan puasa yang signifikan sebelum dan saat masa pandemi yang Amila rasakan karena tinggal jauh dari pusat kota, hanya saja ia menjadi lebih banyak di rumah dengan adanya pembatasan kontak. Sebelumnya, ia sempat berkunjung ke rumah teman-teman seperjuangan untuk buka puasa bersama di sekitar Helsinki.
Berinovasi dengan menu makanan merupakan hal menyenangkan bagi Amila karena semuanya harus dimasak sendiri, kondisi ini membuat rekan satu apartemen Amila penasaran sehingga Amila berbagi ilmu dan pandangan tentang puasa serta menjadi sarana berdiskusi, serta tidak jarang mereka ikut mencicipi menu berbuka.
Foto: Berbuka puasa tahun 2018
koleksi pribadi Amila Pramianshar
Tips untuk menjalani ibadah puasa di Finlandia menurut Amila diantaranya yaitu
1. Agar kita memperhatikan diet makanan sesuai dengan kondisi tubuh, misalnya ia berbuka dengan camilan dan makan besar lalu makan sahur dengan buah dan sereal (sesekali).
2. Usahakan untuk minum air satu gelas setiap setengah jam dari waktu buka hingga sahur
3. Lebih banyak makan lemak dari buah
4. Usahakan untuk tidur siang
Foto: Suasana Open House di rumah Amila, tahun 2019,
koleksi pribadi Amila Pramianshar
Cerita Dari Jyväskylä
Selain Amila, jika kita menuju wilayah yang lebih utara, ada Adhe Kania bersama keluarganya juga memiliki cerita dari Tengah Finlandia, Jyväskylä.
Puasa di Finlandia kali ini menjadi tahun ketiga bagi Adhe sejak datang bersama suami dan anak-anaknya pada awal tahun 2018. Saat di mana puasa di pertengahan Juni yang dekat dengan puncak musim panas dengan shubuh pada sekitar pukul 2 pagi dan maghrib pada sekitar pukul 11 malam. Sehingga berbuka puasa, shalat maghrib, isya, tarawih dan sahur dilakukan hanya dalam waktu 3 jam.
Tiga hari sebelum Adhe menjalani puasa pertama kali di sini, ternyata ia dianugerahi kehamilan kembali sehingga mendapatkan keistimewaan untuk mengganti puasa dengan fidyah. Akan tetapi, tentu Adhe berperan penting agar keluarganya dapat tetap menjalani ibadah puasa dengan baik. Bagi suami dan anak-anaknya pada saat awal puasa itu berat dengan nafsu makan yang berkurang akibat lelah beraktivitas dan mengantuk karena belum terbiasa.
Menyesuaikan diri bagi anak-anaknya ( 10 dan 8 tahun) yang telah terbiasa berpuasa penuh di Indonesia juga cukup menantang, sehingga sempat sakit dan beradaptasi dengan waktu berbuka dan berpuasa. Salah satunya kegiatan anak-anak yang tetap menjalani kegiatan penuh di sekolah termasuk olah raga. Ada kejadian paling menantang dari suami Adhe yang sempat tertidur sebelum waktu berbuka dan terbangun setelah melewati waktu sahur, beruntung ia masih kuat berpuasa hingga hari kemudian, meski berat badan menurun.
Tidak ada kegiatan yang berbeda dengan puasa di Indonesia menurut Ibu yang tengah menempuh program Doktoral di University of Jyväskylä ini. Siang hari ia sibuk ke kampus, mengurus anak-anak dan mengerjakan kegiatan sehari-hari di rumah serta tidak kalah penting beristirahat. Sehingga malam hari digunakan untuk mengoptimalkan waktu beribadah shalat berjamaah dan tilawah bersama keluarga. Adhe juga memberikan motivasi bagi anak-anaknya untuk meningkatkan hafalan Al Quran dengan memberikan penghargaan atau dapat menjalani ibadah sunnah.
Selain tantangan waktu puasa yang panjang, bagi Adhe kondisi lingkungan juga berpengaruh. Sebelum masa pandemi, secara umum di kota kecil seperti Jyväskylä ibadah tarawih berjamaah hanya dilaksanakan pada akhir pekan saja pada waktu yang larut malam di satu-satunya masjid kecil di sana, apalagi untuk mendengar suara adzan. Pada awalnya suasana semarak Ramadhan di Tanah Air amat dirindukan, terlebih bagi anak-anaknya yang didukung berpuasa di sekolah.
Adhe dan keluarga menghadapi tantangan tersebut dengan mengubah waktu tidur, menjadi 4-5 jam setelah shubuh serta 3-4 jam setelah ashar, Sehingga pada waktu berbuka hingga sahur dapat fokus beribadah. Selain itu makan dengan memperhatikan gizi, vitamin serta memperbanyak kurma dan buah
juga penting untuk menjaga daya tahan tubuh agar tidak lemas.
Foto: Menu Berbuka, koleksi pribadi Adhe Kania
Berpuasa saat Covid-19 bagi Adhe dan keluarga memiliki hikmah positif tersendiri, di mana keluarga dapat berkumpul di rumah dengan aktivitas fisik yang tidak terlalu berat sehingga lebih mudah menjalani puasa. Terlebih bagi anak-anaknya yang dapat mengerjakan tugas sekolah dengan lebih fleksibel. Adapun kegiatan ke masjid bagi perempuan dan anak-anak khususnya masih tidak dapat dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya.
Penerimaan dan sosial dukungan dari teman-teman dan guru di sekolah anak-anaknya menjadi hal yang menyenangkan saat Adhe menyampaikan bahwa pada saat bersekolah, anak-anaknya tidak ikut makan siang karena sedang berpuasa Ramadhan. Di samping itu, menjalani puasa tanpa fokus akan hal-hal simbolis dan seremonial di tengah lingkungan yang tidak mengetahui bahwa mereka sedang berpuasa menjadi pelajaran istimewa untuk memotivasi diri dan keluarga akan semangat Ramadhan.
Ibu yang menempuh studi applied mathematics ini berbagi tips dalam menjalani puasa:
1. Atur jadwal tidur
2. Usahakan tidur yang cukup meski berubah waktunya
3. Makan makanan yang bergizi
4. Saling menjaga ke'istiqomah'-an satu sama lain karena dukungan keluarga sangatlah penting.
Foto: Setelah Shalat Idul Fitri tahun 2019 di bersama suami dan anak-anaknya
koleksi pribadi Adhe Kania
Cerita dari Oulu
Belum sampai di situ, dari wilayah Ostrobothnia Utara, Aliva Sholihat perempuan asal Bandung ini berbagi cerita.
Puasa di Finlandia ini merupakan tahun kedua bagi Aliva, Ibu dua orang anak ini. Lokasi Oulu yang dekat dengan Utara bumi menjadi tantangan sendiri sehingga ia dan keluarga memutuskan untuk mengikuti standar masjid lokal dengan metode fixed dawn pada tahun lalu, serta standar berpuasa bagi high latitudes pada tahun ini. Selain agar semakin khidmat dalam menjalankan ibadah, serta sebagai bentuk edukasi kepada kedua putra putrinya untuk shalat dan berpuasa mengingat kondisi Oulu yang ekstrim karena hanya selisih 2 jam dari lingkaran Arktik.
Di Oulu, waktu puasa yang panjang membuatnya merasa agak bingung pada saat pertama kali berpuasa karena waktu terang benderang yang panjang. Namun demikian bagi Aliva, tidak ada perbedaan signifikan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari selama berpuasa.
Tantangan terberat ia rasakan yakni semua makanan harus ia masak sendiri, tidak bisa memesan secara online seperti di tanah air. Sehingga untuk mengatasinya ia memasak dengan jumlah yang banyak dan menyimpannya di dalam lemari pendingin agar saat akan makan dapat memudahkan dengan menghangatkan. Ia kerap memasak makanan Indonesia dan memperoleh bahan baku dari Toko Asia terdekat sebagai pengobar kerinduan akan suasana makanan dan buka bersama di Indonesia.
Foto: Menu berbuka puasa Aliva, koleksi pribadi Aliva Sholihat
Hal yang menyenangkan selama berpuasa di Oulu yakni kondisi yang tidak panas membuatnya tidak mudah haus, serta sepinya suasana membuatya lebih banyak berefleksi.
Setelah masa pandemi, Aliva yang tengah menempuh studi Magister jurusan Education and Globalization di University of Oulu ini tidak lagi ke kampus untuk menjalankan perkuliahan dan tetap berada di rumah saja. Bahkan tahun lalu ia sempat mengunjungi Budhapest, Hungaria untuk keperluan internship.
Pesan dari Aliva hanya satu untuk menjalani puasa dengan baik di Finlandia, yakni haruus lebih memikirkan esensi berpuasa dibandingkan dengan tidak adanya selebrasi dan seremonial.
Foto: Saat Halal Bi Halal Bersama Suami dan Anak-anak tahun 2019,
Koleksi pribadi Aliva Sholihat
Cerita Lainnya Akan Tetap Ada
Demikianlah sedikit cerita dari beberapa pelajar di Finlandia, tentunya ini hanyalah sedikit kisah dari berbagai kisah yang dialami oleh seluruh pelajar Indonesia di Finlandia. Semoga cerita ini dapat menginspirasi kita dan membuat kita meningatkan semangat menjalani ibadah puasa di tengah Pandemi terutama pada kesempatan kita di hari-hari terakhir berpuasa tahun ini di mana pun kita berada!
Ps. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankannya, semoga kita semua menjadi pribadi yang lebih baik
Comments